Beruswah kepada Keluarga Rasulullah SAW

Keluarga terbaik di dunia sepanjang sejarah, adalah keluarga Rasulullah SAW. Beliau ada pribadi yang pernah menjalani ragam cara berkeluarga, baik saat perjaka, beristri satu, menduda maupun saat beristri lebih dari satu. Cara Rasulullah SAW berkeluarga merupakan suritauladan bagi siapa pun yang ingin rumah tangganya bagaikan kepingan surga.

Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari, Rois Akbar NU, mengungkap kehidupan keluarga Rasulullah SAW dalam kitab Nurul Mubin Fi Mahabbatis Sayyidil Mursalin. Kiai Hasyim mengutip sebuah hadits, “khairukum khairukum liahlikum, ana khairun liahly” (sebaik-baiknya kalian yang paling baik terhadap keluarganya, saya (paling) baik terhadap keluarga saya).

Muhammad muda mengakhiri perjakanya, dengan menikahi seorang janda kaya raya, Siti Khadijah pada usia 25 tahun, dan Khadijah sendiri 40 tahun. Pasangan beda usia ini menjalani biduk rumah tangga, 25 tahun lamanya. Selama bersama Khadijah, Rasulullah SAW menjalani kehidupan monogami dan dikarunia 7 putera-puteri. Masing-masing: Qasim, Abdullah, Ibrahim, Zainab, Ruqayah, Umi Kulsum, dan Fatimah.

Sepeninggalnya Khadijah pada tahun ke-3 sebelum hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah, Rasulullah SAW menjalani hidup sebagai seorang duda selama 5 tahun lamanya. Khadijah ternyata memiliki kesan yang sangat mendalam dalam perjalanan hidup Rasulullah SAW, baik sebagai istri maupun ibu dari putra-putrinya.

Rasulullah SAW menikah lagi setelah tahun kedua hijriah dengan Siti Aisyah yang berusia 9 tahun, sementara Rasul sendiri berusia 53 tahun. Pasca pernikahan dengan Aisyah ini, Rasulullah SAW menjalani kehidupan poligami menikah dengan: Hafshah pada tiga hijriyah, Umi Salamah pada empat hijriyah, Juwairiyah dan Zainab pada lima hijriyah, Umi Habibah, Maimunah, Shofiah pada tujuh hijriyah.

Jadi, perjalanan kehidupan keluarga Rasulullah SAW sangat lengkap, barangtentu dibalik peristiwa tersebut, ada hikmah yang sangat besar. Bahwasannya, Rasulullah SAW adalah suritauladan bagi siapa pun, yang memiliki akhlaq yang maha agung. Para perjaka, para suami yang monogami maupun yang poligami, para duda, tetap menemukan sosok tauladan dalam diri Rasulullah SAW.

Sebagai uswah hasanah, Rasulullah SAW adalah “cermin” bagi siapa pun, mengaca diri sekaligus memperbaiki diri menjadi hamba yang terbaik dan menjadi golongan umat yang terbaik pula. Uswah Rasulullah SAW dalam kehidupan keluarga adalah cermin bagi keluarga muslim sepanjang sejarah peradaban dunia, agar menjadi keluarga yang paling baik terhadap keluarganya masing-masing.

Saat ini, Beruswah dengan keluarga Rasulullah SAW semakin terasa penting, tatkala indeks kesejahteraan rakyat Indonesia menurun lantaran ketahanan rumah tangga Indonesia rapuh. Ada 40 pasangan setiap jam di Indonesia yang bercerai. Angka perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia adalah negara yang memiliki angka perceraian tertinggi di Asea Pasifik.

Menteri Sosial, Khafifah Indar Prawansa, menyebutkan bahwa pada tahun 2016, terdapat lebih dari 340 ribu pasangan yang bercerai di Indonesia, dan 99 ribu lebih pasangan yang bercerai berasal dari Jawa Timur. Terutama Banyuwangi, Malang Raya, Jember dan seterusnya.
Keberadaan data di atas, semakin meyakinkan perluanya revitalisasi fungsi pendidikan pra nikah dan pasca nikah, agar keluarga Indonesia tidak mudah kawin cerai. Betapapun talaq itu halal dalam pandangan Islam, talaq itu sendiri adalah perkara yang dimurkai oleh Allah SWT. Sebab, implikasi dari broken home akan langsung dirasakan oleh putera-puterinya. Sebuah data menyebutkan, bahwa anak yang terjerat tindak kriminal 30 persen berasal dari broken home tersebut.

Oleh sebab itu, revitalisasi fungsi keluarga sangatlah penting, baik fungsi agama, sosial, ekonomi, kasih sayang, perlindungan, pelestarian lingkungan, kasih, maupun fungsi reproduksi. Penguatan fungsi tersebut bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Semoga!

Moch Eksan, Pendiri Eksan Institue dan Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur

Terkait

Opini Lainnya

SantriNews Network