Refleksi 71 Tahun Indonesia Merdeka: Ketika Tidak Bisa Memilih

Jika bisa memilih tempat kelahiran, saya memilih untuk tidak dilahirkan di Indonesia. Jika bisa memilih tempat pekerjaan, saya memilih untuk tidak bekerja di Indonesia. Jika bisa memilih dimana saya akan dikuburkan nanti, saya memilih untuk tidak dikuburkan di Indonesia.

Itu semua “jika” dan seandainya bisa memilih. Kenyataannya, saya tidak bisa memilih. Saya tidak pernah meminta untuk dilahirkan di Indonesia. Tapi itu semua tidak bisa ditolak.

Pertanyaan yang sering mengganggu saya adalah ketika saya berada di negeri Cina. Ketika di sana mereka bertanya kenapa saya tidak bisa berbahasa Cina. Padahal wajah saya sangat oriental.

Kalau mengingat kejadian itu, hati ini terasa teriris. Ketika kita tidak bisa menolak untuk tidak dilahirkan di Indonesia.Ketika kita memang berwarga negara Indonesia. Tapi ada saudara kita yang tidak mau menerima kita. Kita selalu dianggap berbeda. Kita selalu menjadi sasaran kemarahan karena kita minoritas.

Salah satu buku karangan seorang maestro Dr.Soetanto Soepiadhy SH.,MH. yang berjudul “Menjadi Tionghoa Yang Merah Putih” membuka mata kita lebar-lebar bahwa orang Indonesia dan orang Cina tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.

Karena memang kita hadir bukan untuk dipisahkan, tetapi untuk bersama membangun Indonesia. Menjadi ke-Cina-an yang berorientasi nasional, yang bisa membawa kemajuan bagi terwujudnya kebersamaan sebagai sebuah bangsa.

Mereka yang lahir di Indonesia dengan tanpa minta dilahirkan di Indonesia, adalah juga orang Indonesia asli. Sangat sesak di dada ini ketika sebagai seorang warga keturunan, tidak diakui sebagai orang Indonesia dan di saat yang bersamaan juga tidak diakui sebagai orang menurut “wajah asli” nya karena kami tidak bisa berbahasa “kami”.

Ketika kita dilahirkan di Indonesia, minum air Indonesia, bernapas menggunakan udara Indonesia, tinggal di tanah Indonesia, dan yang pasti akan mati juga di Indonesia maka kitalah orang Indonesia asli.

Menjelang perayaan kemerdekaan kita yang ke-71, tanggal 17 Agustus 2016 dengan tagline “Indonesia Kerja Nyata” mengajak seluruh lapisan masyarakat agar ber“SATU” bahu-membahu bekerja menembus segala rintangan.

Sudah tidak sepantasnya kita membeda-bedakan, membicarakan perbedaan di antara kita. Perdebatan di antara kita sesama saudara hanya akan memperlambat kemajuan bangsa ini. Mari kita semua sebagai putra putri terbaik Indonesia bangkit bersatu ikut ambil bagian dalam perjuangan Indonesia menuju kesetaraan dengan Negara lain.

Ambil peran dalam posisi apapun yang kita bisa untuk membuat bangsa ini bangkit kembali. Hilangkan pikiran bahwa Indonesia adalah milik sekelompok orang jika kita memang masih mau beranak cucu di Indonesia. Buatlah anak cucu kita bangga dengan peran yang kita lakukan hari ini.

“Momentum” masa muda itu jauh lebih berharga dari seluruh bongkahan emas yang tertanam di negeri ini. Buatlah diri bernilai melalui usaha, kerja keras dan banyak-banyaklah berdarma bagi sesama, memang hidup ini adalah pilihan, termasuk pilihan untuk menjadi “pemenang” atau “pecundang”.

Sudah siapkah kamu bercerita pada anak cucumu kelak tentang apa usaha yang sudah kamu perbuat bagi bangsa ini kelak? Apa saja sumbangsih ilmu yang kamu berikan sebagai kaum intelektual dan terpelajar kepada bangsa ini? Bangkit! Ukir sejarahmu“¦ cetak prestasi mudamu dengan karya yang nyata dan inspiratif!” (Taufan T.Akbari).

Kita harus belajar dari kesalahan pada leluhur kita untuk bersikap kritis. Jangan mudah diadu domba oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Diskriminasi adalah sebuah hal yang menginjak-injak martabat dan hak asasi manusia dan perbedaan SARA adalah sebuah kekayaan budaya yang harus kita hargai. Satu nusa, satu bangsa, Bhinneka Tunggal Ika.

“Don’t Ask What Your Country Can Do For You, Ask What You Can do For Your Country!

Bagi saya, ungkapan ini menjadi suatu alarm untuk berani bercermin dan tertantang untuk bersumbangsih kepada negeri ini, sebagai bagian dari generasi muda. Saya yakin dengan pengorbanan dan perjuangan kita, kita mampu menjadi bangsa yang paling unggul di antara bangsa-bangsa Asia lainnya.

Maju terus, Tanah Air tercinta !!! (*)

Lilyana Phandeirot, Direktur Eksekutif Indop Institute.

Terkait

Opini Lainnya

SantriNews Network